Beranda | Artikel
Jangan Menodai Keikhlasan
1 hari lalu

Jangan Menodai Keikhlasan merupakan kajian Islam yang disampaikan oleh: Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Amalan-Amalan Hati. Kajian ini disampaikan pada Jumat, 22 Muharram 1447 H / 17 Juli 2025 M.

Kajian Tentang Jangan Menodai Keikhlasan

Beliau menyebutnya sebagai hal-hal yang merusak. Dalam hal ini, beliau menyebutkan tiga perkara yang sangat berbahaya dan sering muncul dalam amalan seseorang, yang dapat menodai keikhlasan dan ketulusannya. Ada tiga hal yang merusak dan menodai keikhlasan dalam beramal.

Pertama, yaitu penilaian berlebihan seseorang terhadap amalannya.

Seseorang yang menganggap amalannya sebagai sesuatu yang sempurna dan terbaik, akan cenderung menumbuhkan kesombongan dalam dirinya. Ia mulai membanggakan amalannya di hadapan orang lain, sering menyebut-nyebutnya, mengungkit-ngungkit apa yang telah ia lakukan bahwa ia telah melakukan ini dan itu karena merasa percaya diri terhadap amalannya sendiri. Ia menilai amalannya sebagai sesuatu yang sempurna, yang paling utama. Maka muncullah rasa sombong karena amalan tersebut. Padahal, kesombongan semacam ini merupakan perusak amal dan penodaan terhadap keikhlasan.

Kedua, yaitu menuntut imbalan atas amal yang telah dilakukan kepada Allah.

Karena ia merasa bahwa amalan yang dilakukan adalah kewajiban, maka ia menganggap berhak mendapatkan imbalan dari kewajiban yang telah ditunaikan. Seperti ia memahami sebagaimana transaksi antar manusia: Ia bekerja, maka ia berhak mendapatkan gaji sebagai imbalan atas pekerjaannya. Itu adalah haknya. Namun, jika muncul dalam diri seseorang perasaan bahwa ia pasti berhak mendapatkan imbalan dari Allah atas amalannya, maka inilah penyakit yang akan menodai keikhlasan.

Ketiga, yaitu merestui dan nyaman dengan amal yang telah dilakukan.

Seseorang benar-benar merestui amalannya, merasa ridha dan cukup dengan apa yang telah ia lakukan. Bahkan, ia merasa nyaman dengan amal tersebut, merasa itu sudah yang terbaik, dan sehinngga tidak lagi meningkatkan kualitas ibadah maupun keikhlasannya dalam beramal. Inilah penyakit dalam beramal yang akan merusak amal dan menodai keikhlasan.

Bagaimana agar seseorang selamat dari kondisi seperti itu? Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah menjelaskan meyakini dan mengakui bahwa segala amalan yang ia lakukan merupakan karunia dan taufik dari Allah. Ia harus menyadari bahwa sesungguhnya ia hanya bisa beramal karena pertolongan Allah, bukan karena kekuatan atau kehendaknya sendiri. Yang membuat seseorang mampu beramal adalah masyi’atullah (kehendak Allah). Bukan semata-mata karena niat, usaha, atau kemauan dirinya sendiri.

Kesimpulannya, untuk menghilangkan kesombongan dalam beramal dan penilaian yang berlebihan terhadap amalan kita, intinya kita bisa beramal karena siapa? Sebanyak apa pun amalan yang kita lakukan, sebaik apa pun menurut penilaian kita, semua itu tidak akan bisa kita lakukan tanpa taufik, karunia, bimbingan, dan pertolongan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Kondisi ini harus dihadirkan dalam setiap kondisi, setiap keadaan, dan dalam setiap amalan kita. Inilah yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an:

وَمَا تَشَاۤءُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَࣖ ۝٢٩

“Dan kalian tidak dapat menghendaki (sesuatu) kecuali apabila Allah, Tuhan seluruh alam, menghendakinya.” (QS. At-Takwir [81]: 29)

Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah mengatakan bahwa bila seorang hamba dibiarkan kepada dirinya, tidak akan mungkin ada dari amalannya sesuatu yang baik, sedikit pun. Karena kalau kita hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri dan sangat percaya diri dengan diri sendiri, tidak akan mungkin kita melakukannya. Sebabnya, karena jiwa kita bodoh dan zalim.

Betapa banyak kita melihat orang yang masyaAllah, ahli dalam urusan dunia. Ia ahlinya. Tapi dalam urusan akhirat, ia tidak mengetahui. Untuk tata cara shalat, tidak paham. Berwudhu pun tidak benar. Apalagi perkara agama yang lainnya. Makanya, jiwa ini sifatnya jahil.

Kejahilan dan kezaliman menjadikan karakter jiwa itu al-kasal (malas). Ia lebih mengutamakan syahwat, nafsunya, dan pengangguran.

Kata Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah, jiwa ini adalah sumber dari seluruh kejahatan. Sesungguhnya jiwa itu sungguh-sungguh mengajak kepada kejelekan. Tempat menetapnya kejahatan. Jika demikian sifat dan karakternya, maka tidak akan muncul darinya kebaikan. Bahkan, kebaikan bukanlah hal yang menjadi kebiasaannya.

Maka, bila kita memahami bahwa diri ini, jika dibiarkan sendirian, apa yang bisa kita lakukan? Tidak ada sesuatu pun yang mampu kita lakukan.

Maka untuk selamat dari penilaian yang berlebihan yang memunculkan kesombongan dan keangkuhan dalam beramal, hendaklah kita senantiasa menghadirkan keyakinan dan pengakuan bahwa semua yang mampu kita lakukan baik amal shalih maupun urusan dunia semuanya adalah taufik, bimbingan, dan karunia dari Allah Yang Mahakuasa.

Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah melanjutkan bahwa kebaikan yang muncul dari diri seseorang sejatinya merupakan karunia dan taufik dari Allah, serta terjadi dengan pertolongan-Nya. Bukan semata-mata karena usaha atau kekuatan sang hamba. Bukan karena dirinya sendiri.

Sebagaimana firman Allah:

…وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَىٰ مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَن يَشَاءُ…

“Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian, niscaya tidak seorang pun di antara kalian akan suci (dari dosa) selama-lamanya. Tetapi Allah mensucikan siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nur [24]: 21)

Jika tidak meminta pertolongan kepada Allah, maka kita tidak akan mendapatkan karunia-Nya. Jika bermalas-malasan, maka kita tidak akan memperoleh kemudahan. Namun, setelah berusaha dan bersungguh-sungguh dalam memohon, maka semua itu akan terlaksana dengan kehendak dan izin Allah.

Download MP3 Kajian Jangan Menodai Keikhlasan

Raihlah pahala dan kebaikan dengan membagikan hasil rekaman ataupun link kajian yang bermanfaat ini, melalui jejaring sosial Facebook, Twitter, dan yang Anda miliki. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas kebaikan Anda.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55338-jangan-menodai-keikhlasan/